banner 728x250

Inilah Akibatnya Ketika Amar Maruf Nahi Mungkar Tak Lagi Di Pedulikan

banner 120x600
banner 468x60
كَانُواۡ لَا يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُۚ لَبِئْسَ مَا كَانُواۡ يَفْعَلُونَ
Artinya:
Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat.
PENJELASAN
Ayat ini menerangkan bahwa kebiasan Yahudi ialah membiarkan kemungkaran terjadi di hadapan mereka disebabkan mereka tidak melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar. Demikianlah buruknya perbuatan mereka itu, sehingga hal itu menjadi sebab adanya kutukan Allah pada mereka. Dalam hubungan ayat ini Nabi Muhammad bersabda, Dari Abdullah bin Masud r.a. katanya, Rasulullah SAW bersabda : “Ketika orang-orang Bani Israil terjerumus di lembah maksiat, kemudian mereka dilarang oleh ulama mereka dan mereka tidak mau berhenti, maka para ulama itu mengakrabi mereka, duduk-duduk, makan-makan dan minum-minum bersama. Allah SWT kemudian membikin hati-hati mereka saling akrab dan melaknat mereka semua melalui lisan Dawud dan Isa bin Maryam. Hal itu karena mereka bermaksiat dan melampaui batas.” Kata Abdullah bin Masud selanjutnya : Nabi SAW kemudian duduk, sebelumnya dia bersandar, lalu bersabda: “Tidak demi Dzat yang menguasai diriku, sampai kamu benar-benar menundukkan mereka kepada kebenaran.” (Riwayat Abu Dawud, at-Tirmizi dan Ibnu Majah. Menurut at-Tirmizi, hadis ini hasan)
Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia telah melaknat orang-orang kafir dari kaum Bani Israil dalam masa yang cukup lama, yaitu melalui apa yang Dia turunkan kepada nabi-Nya, yaitu Nabi Daud a.s., dan melalui lisan Isa putra Maryam, karena mereka durhaka kepada Allah dan bertindak sewenang-wenang terhadap makhluk-Nya. Al-Aufi mencerita­kan dari Ibnu Abbas bahwa mereka dilaknat dalam Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Furqan (Al-Qur’an). Kemudian Allah menjelaskan perihal yang biasa mereka lakukan di masanya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
<i>Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.</i>
Yakni satu sama lainnya tidak mau melarang perbuatan-perbuatan dosa dan haram yang mereka perbuat. Kemudian Allah mencela mereka atas perbuatan itu agar dijadikan pelajaran dan peringatan bagi yang lainnya untuk tidak melakukan perbuatan yang semisal.
Untuk itu, Allah Swt. berfirman:
<i>Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.</i>
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Syarik ibnu Abdullah, dari Ali ibnu Bazimah, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika kaum Bani Israil tenggelam ke dalam perbuatan-perbuatan maksiat, maka para ulamanya mencegah mereka, tetapi mereka tidak mau berhenti. Lalu para ulama mereka mau duduk bersama dengan mereka dalam majelis-majelis mereka. Yazid mengatakan bahwa menurutnya Syarik ibnu Abdullah mengata­kan, “Di pasar-pasar mereka, dan bermuamalah dengan mereka serta minum bersama mereka. Karena itu, Allah memecah-belah hati mereka, sebagian dari mereka bertentangan dengan sebagian yang lain, dan Al­lah melaknat mereka melalui lisan Nabi Daud dan Nabi Isa ibnu Maryam.” Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melam­paui batas. (Al Maidah:78) Pada mulanya Rasulullah Saw. bersandar, lalu duduk dan bersabda: Tidak, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sebelum kalian menyeret mereka kepada perkara yang hak dengan sebenar-benarnya.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad An-Nafili, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Rasyid, dari Ali ibnu Bazimah, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas’ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya kekurangan yang mula-mula dialami oleh kaum Bani Israil ialah bilamana seorang lelaki bertemu dengan lelaki lain (dari kalangan mereka), maka ia berkata kepadanya, “Hai kamu, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah dosa yang kamu lakukan itu, sesungguhnya perbuatan itu tidak halal bagimu.” Kemudian bila ia menjumpainya pada keesokan harinya, maka hal tersebut tidak mencegahnya untuk menjadi teman makan, teman minum, dan teman duduknya. Setelah mereka melakukan hal tersebut, maka Allah memecah-belah hati mereka, sebagian dari mereka bertentangan dengan sebagian yang lain. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil melalui lisan Daud dan Isa putra Maryam. (Al Maidah:78) sampai dengan firman-Nya: orang-orang yang fasik. (Al Maidah:81) Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Tidak, demi Allah, kamu harus amar ma’ruf dan nahi munkar, dan kamu harus mencegah perbuatan orang yang zalim, membujuknya untuk mengikuti jalan yang benar atau kamu paksa dia untuk mengikuti jalan yang benar.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Majah melalui jalur Ali ibnu Bazimah dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Kemudian dia dan Ibnu Majah meriwayatkannya pula melalui Bandar, dari Ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Ali ibnu Bazimah dari Abu Ubaidah secara mursal.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj dan Harun ibnu Ishaq Al-Hamdani, keduanya mengata­kan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad Al-Muharibi, dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Abdullah ibnu Amr ibnu Murrah, dari Salim Al-Aftas, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas’ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya seorang lelaki dari kalangan kaum Bani Israil apabila melihat saudaranya sedang melakukan dosa, maka ia melarangnya dari perbuatan dosa itu dengan larangan yang lunak Dan apabila keesokan harinya apa yang telah ia lihat kemarin darinya tidak mencegahnya untuk menjadi teman makan, teman bergaul, dan teman muamalahnya. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Harun disebutkan, “Dan teman minumnya.” Akan tetapi, keduanya sepakat dalam hal matan berikut, yaitu: Setelah Allah melihat hal tersebut dari mereka, maka Dia memecah-belah hati mereka, sebagian dari mereka bertentangan dengan sebagian yang lain, dan Allah melaknat mereka melalui lisan Daud dan Isa ibnu Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­Nya, kalian harus ber-amar ma’ruf dan nahi munkar, dan kalian harus memegang tangan orang yang jahat, lalu kalian paksa dia untuk tunduk kepada perkara yang hak dengan sebenar-benarnya. Atau Allah akan memecah-belah hati sebagian dari kalian atas sebagian yang lain, atau Allah akan melaknat kalian seperti Dia melaknat mereka. Konteks ini ada pada Abu Sa’id.
Demikianlah menurut Ibnu Abu Hatim dalam riwayat hadis ini.
Imam Abu Daud telah meriwayatkannya pula dari Khalaf ibnu Hisyam, dari Abu Syihab Al-Khayyat, dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Amr ibnu Murrah, dari Salim (yaitu Ibnu Ajlan Al-Aftas), dari Abu Ubaidah ibnu Abdullah ibnu Mas’ud, dari ayahnya, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal. Kemudian Abu Daud mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan oleh Khalid dari Al-Ala, dari Amr ibnu Murrah dengan sanad yang sama. Al-Muharibi meriwayatkannya dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Abdullah ibnu Amr ibnu Murrah, dari Salim Al-Aftas, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah (Ibnu Mas’ud).
Guru kami, Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazi, mengatakan bahwa Khalid ibnu Abdullah Al-Wasiti telah meriwayatkannya dari Al-Ala ibnul Musayyab, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah, dari Abu Musa.
Hadis-hadis yang menerangkan tentang amar ma’ruf dan nahi munkar banyak sekali jumlahnya. Berikut ini kami ketengahkan sebagian darinya yang berkaitan dengan tafsir ayat ini. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis Jabir, yaitu pada tafsir firman-Nya:
Mengapa orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka. (Al Maidah:63)
Dan kelak akan disebutkan hadis Abu Bakar As-Siddiq dan Abu Sa’labah Al-Khusyani pada tafsir firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudarat kepada kalian apa­bila kalian telah mendapat petunjuk. (Al Maidah:105)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Al-Hasyimi. telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja’far, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Abu Amr, dari Abdullah ibnu Abdur Rahman Al-Asyhali, dari Huzaifah ibnul Yaman, bahwa Nabi Saw. telah bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, kalian benar-benar memerintahkan kepada kebajikan dan melarang terhadap kemungkaran, ataukah benar-benar dalam waktu yang dekat Allah akan menimpakan suatu siksaan dari sisi­Nya kepada kalian, kemudian kalian benar-benar berdoa memohon kepada-Nya, tetapi Dia tidak memperkenankan bagi kalian.
Di dalam kitab Sahih melalui Al-A’masy, dari Ismail ibnu Raja, dari ayahnya, dari Abu Sa’id dan dari Qais ibnu Muslim, dari Tariq ibnu Syihab, dari Abu Sa’id Al-Khudri disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa dari kalangan kalian melihat perkara mungkar (dikerjakan), hendaklah ia mencegahnya dengan tangan (kekuasaan)njva. Jika ia tidak mampu, cegahlah dengan lisannya. Dan jika ia tidak mampu, hendaklah hatinya mengingkarinya, yang demikian itu merupakan iman yang paling lemah.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Saif (yaitu Ibnu Abu Sulaiman), ia pernah mendengar Addi ibnu Addi Al-Kindi menceritakan dari Mujahid, telah menceritakan kepadanya seorang maula (bekas budak) kami, bahwa ia pernah mendengar kakek —yakni Addi ibnu Umairah r.a.— menceritakan hadis berikut, bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak mengazab orang awam karena perbuat­an orang-orang khusus sebelum mereka (orang-orang khusus) melihat perkara mungkar dikerjakan di hadapan mereka, sedangkan mereka berkemampuan untuk mencegahnya, lalu mereka tidak mencegahnya. Maka apabila mereka berbuat demikian, barulah Allah mengazab orang-orang khusus dan orang-orang awam.
Kemudian Ahmad meriwayatkannya dari Ahmad ibnul Hajjaj, dari Abdullah ibnul Mubarak, dari Saif ibnu Abu Sulaiman, dari Isa ibnu Addi Al-Kindi yang mengatakan, “‘Telah menceritakan kepadaku seorang maula kami yang telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar kakekku mengatakan bahwa kakek pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda,’” lalu ia menuturkan hadis ini. Demikianlah menurut riwayat Imam Ahmad dari dua jalur tersebut.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Ala, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Al-Mugirah ibnu Ziyad Al-Mausuli, dari Addi ibnu Addi, dari Al-Urs (yakni Ibnu Umairah), dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Apabila perbuatan dosa dilakukan di bumi, maka orang yang menyaksikannya lalu membencinya —dan di lain waktu beliau mengatakan bahwa lalu ia memprotesnya— maka kedudukannya sama dengan orang yang tidak menyaksikannya Dan barang siapa yang tidak menyaksikannya, tetapi ia rela dengan perbuatan dosa itu, maka kedudukannya sama dengan orang yang menyaksikannya (dan menyetujuinya).
Hadis diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara munfarid. Kemudian Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Yunus, dari Abu Syihab, dari Mugirah ibnu Ziyad, dari Addi ibnu Addi secara mursal.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb dan Hafs ibnu Umar, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Syu’bah—berikut ini adalah lafaznya—, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi yang mengatakan,telah men­ceritakan kepadaku orang yang pernah mendengar dari Nabi Saw. Dan Sulaiman mengatakan, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi Saw. bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Manusia tidak akan binasa sebelum mereka mengemukakan alasannya atau diri mereka dimaafkan.
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid ibnu Jad’an, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa Rasulullah Saw. berdiri melakukan khotbahnya, antara lain beliau Saw. mengatakan: Ingatlah, jangan sekali-kali seorang lelaki merasa enggan karena takut kepada manusia (orang lain) untuk mengatakan perkara yang hak jika ia mengetahuinya. Abu Nadrah melanjutkan kisahnya, “Setelah mengemukakan hadis ini Abu Sa’id menangis, lalu berkata, ‘Demi Allah, kami telah melihat banyak hal, tetapi kami takut (kepada orang lain)’.”
Di dalam hadis Israil, dari Atiyyah, dari Abu Sa’id yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jihad yang paling utama ialah perkataan yang hak di hadapan sultan yang zalim.
Hadis riwayat Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah. Imam Turmuzi mengatakan bahwa bila ditinjau dari segi ini, hadis berpredikat hasan garib.
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rasyid ibnu Sa’id Ar-Ramli, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Abu Galib, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa seorang lelaki menghadap kepada Rasulullah Saw. ketika beliau berada di jumrah pertama, lalu lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, apakah jihad yang paling utama itu?” Rasulullah Saw. diam, tidak menjawab. Ketika beliau Saw. melempar jumrah kedua, lelaki itu kembali bertanya, tetapi Nabi Saw, tetap diam. Setelah Nabi Saw. melempar jumrah ‘aqabah, lalu meletakkan kakinya pada pijakan pelana kendaraannya untuk mengendarainya, maka beliau bertanya, “Di manakah orang yang bertanya tadi?” Lelaki itu menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.” Rasulullah Saw. bersabda: Kalimah hak yang diucapkan di hadapan penguasa yang sewenang-wenang.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah secara munfarid.
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair dan Abu Mu’awiyah, dari Al-A’masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buntuti, dari Abu Sa’id yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Janganlah seseorang di antara kalian menghina dirinya sendiri.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang di antara kami menghina dirinya sendiri?” Rasulullah Saw. menjawab, “(Bila) ia melihat suatu urusan menyangkut Allah yang harus diluruskannya, kemudian ia tidak mau mengatakannya. Maka kelak di hari kiamat Allah akan berfirman kepadanya, ‘Apakah yang menghalang-halangi kamu untuk mengatakan hal yang benar mengenai Aku dalam masalah anu, anu, dan anu?’ Maka ia menjawab, ‘Takut kepada manusia (orang lain).’ Maka Allah berfirman, ‘Sebenarnya Akulah yang harus engkau takuti’.”
Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini secara munfarid.
Ibnu Majah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa’id, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdur Rahman Abu Jiwalah, telah menceritakan kepada kami Nattar Al-Abdi, ia pernah mendengar Abu Sa’id Al-Khudri mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah menanyai hamba-hamba-Nya di hari kiamat, sehingga Dia mengatakan, “Apakah yang menghalang-halangimu ketika kamu melihat perkara mungkar untuk mengingkarinya?” Apabila Allah telah mengajarkan kepada seorang hamba alasan yang dikemukakannya, maka hamba itu berkata “Wahai Tuhanku, saya berharap kepada-Mu dan saya tinggalkan manusia.”
Hadis ini pun diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara munfarid, dan sanadnya boleh dipakai.
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Walid Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Yahya ibnu Ubaid Al-Khuza’i, telah menceritakan kepada kami Al-Haisam ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abu Ma’bad Hafs ibnu Gailan Ar-Ra’ini, dari Makhul, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa pernah ditanyakan, “Wahai Rasulullah, bilakah amar ma’ruf dan nahi munkar ditinggalkan?” Maka Rasulullah Saw. menjawab: Apabila muncul di kalangan kalian hal-hal yang pernah muncul di kalangan umat-umat sebelum kalian. Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang pernah muncul di ka­langan umat-umat sebelum kami?” Rasulullah Saw. bersabda: Kerajaan (kekuasaan) di tangan orang-orang kecil kalian, perbuatan keji dilakukan di kalangan para pembesar kalian, dan ilmu berada di tangan orang-orang rendah kalian. Zaid mengatakan sehubungan dengan makna sabda Nabi Saw. yang mengatakan: Dan ilmu di tangan orang-orang rendah kalian. Makna yang dimaksud ialah bilamana ilmu dikuasai oleh orang-orang yang fasik.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah secara munfarid.
Dan di dalam hadis Abu Sa’labah yang akan diketengahkan dalam tafsir firman-Nya:
tiada orang yang sesat saat itu akan memberi mudarat kepada kalian, apabila kalian telah mendapat petunjuk (Al Maidah:105)
terdapat bukti yang memperkuat hadis ini.
Sehingga mereka sama seperti pelaku kemungkaran itu karena mendiamkan kemungkaran padahal mampu mencegahnya. Hal ini menunjukkan sikap remeh mereka terhadap perintah Allah dan anggapan ringan bermaksiat kepada Allah oleh mereka. Sekiranya mereka memiliki rasa ta’zhim (pengagungan) kepada Allah, tentu mereka akan cemburu karena larangan-Nya dikerjakan, dan mereka akan marah karena-Nya.
KESIMPULAN:
– Mendiamkan kemungkaran dapat berakibat banyak mafsadat, di antaranya:
– Mendiamkan kemungkaran itu sendiri merupakan kemaksiatan, meskipun dia tidak mengerjakannya.
– Menunjukkan bahwa dirinya meremehkan maksiat.
– Membuat pelaku maksiat dan kefasikan berani melakukan banyak maksiat, sehingga kejahatan bertambah, dan lama kelamaan banyak yang mengikutinya sehingga pelakunya menjadi mayoritas, sedangkan orang-orang yang baik menjadi minoritas serta tidak mampu mencegah kemungkaran itu.
– Meninggalkan kemungkaran dapat membuat ilmu agama menjadi hilang dan kebodohan melanda. Hal itu, karena maksiat jika berulang kali dilakukan dan tidak diingkari akan mengakibatkan persangkaan bahwa yang demikian bukan maksiat, bahkan orang yang tidak tahu bisa mengiranya sebagai perkara baik, padahal kerusakan apa yang lebih besar daripada anggapan halal terhadap apa yang diharamkan Allah?
– Mendiamkan kemungkaran, bisa menjadikan orang lain memandang baik perbuatan itu sehingga diikuti.
Sumber Inspirasi:
1. Tafsir Al-Qur’an Terjemahan Karya Imam Ibnu Katsir
2. Tafsir Kementrian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI)
3. Tafsir Hidayatul Insan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *