Sesungguhnya tabiat manusia adalah suka kemenangan dan unggul atas orang lain. Oleh karena itu, terkadang manusia mendebat dan mengada-adakan kebatilan dalam masalah apa pun, walaupun dia tahu bahwa kebenaran ada pada pihak lawannya. Manusia banyak menghabiskan waktu dalam perdebatan ini, tanpa ada faidah. Masing-masing orang yang berdiskusi itu ingin menunjukkan bahwa dirinyalah yang benar dan lawannya salah. Orang yang mengetahui nilai usianya dan bersungguh-sungguh dalam menjaga waktunya, dia akan menjauhi dialog dan perdebatan itu karena dapat membuang-buang waktu dan menyia-nyiakan usia tanpa faidah.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memerintahkan kepada kita agar meninggalkan perdebatan dan dialog yang tidak ada gunanya ini dengan bersabda,
أنا رَحِيمٌ بِبَيْتِ فِي رَبَض الجنّة لمَنْ تَرَكَ المرَاء وَإنكان محقا (رواه أبو داود)
“Saya akan menjamin dengan rumah di tengab-tengah surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia benar.” (Abu Daud) (27).
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelaskan kepada kita bahwa perdebatan sengit merupakan tanda-tanda Allah merendahkan manusia, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
ماضل قومٌ بَعْدَ هُدًى كانوا عليه إلا أوتُوا الدّل
“Tidaklah suatu kaum akan tersesat setelah mereka diberi petunjuk kecuali jika mereka senang berdebat. ” (At-Tirmidzn) (28)
Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada Imam Syafii yang berkata, “Saya tidak pernah melihat seorang pun, kecuali saya ingin agar Allah memberinya taufik, meluruskan, dan menampakkan kebenaran melalui lisannya.”(29) Renungkanlah, semoga Allah merahmatimu. Apakah pernyataan seperti ini ada dalam diksusi dan dialog kita sehari-hari.
Banyak orang melakukan diskusi dan dialog tanpa memperhatikan kaidah yang disyariatkan sehingga menyianyiakan waktu. Hal itu menjadi penyebab mengerasnya hati; menyulut permusuhan, kemarahan, dan kedengkian di antara kaum Mukminin. Imam Malik Rahimahullah berkata, “Berdebat dalam agama dapat menyebabkan riya’ dan menghilangkan cahaya ilmu dari hati, menjadikannya keras serta menghasilkan perselisihan.”(30)
Kemudian, diskusi dan dialog yang tidak terarah bisa membuat hati menjadi keras, pikiran menjadi jumud, dan memudarkan serta melemahkan kemauan. Di samping itu juga menyebabkan waktu terbuang sia-sia.
———–
Foot Note:
(27). Diriwayatkan Abu Daud dalam sunannya; Adh-Dhiya’ Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah min Haditsi Abi Umamah AI-Bahili; dihasankan oIeh Al-Albani dalam Shahih AI-Jami’, nomor 1464.
(28). Diriwayatkan juga oleh Ahmad dalam AI-Musnad dan At-Tirrnidzi berkata. “ini hadits hasan shahih.” Diriwayatkan AI-Hakim dalam Ala Mustadrak, dan dishahihkan Adz-Dzahabi.”
(29). Sairu A’laam An-Nubala’ karya Adz-Dzahabi, Vlll, 106.
(30). Ibid, VIII, 68. Kemudian Syaikh berkata, “Ini bukan perdebatan agama sama sekali.”
————
Dikutip kembali dari buku :
١٢٥ طريقة لحفظ الوقت
125 Cara Memanfaatkan Waktu. Penulis: Abu Al-Qa’qa bin Sholih bin Ibrahim Ishaq Ash-Shai’iri)